Maros, 6 November 2025 — Kasus dugaan penganiayaan terhadap seorang pedagang perempuan di Pasar Subuh Tramo, Kabupaten Maros, kembali menjadi sorotan tajam publik. Korban, Maryama, secara tegas menolak menghadiri sidang pada Kamis (6/11/2025) sebagai bentuk protes dan kekecewaan terhadap Polsek Turikale yang dinilainya gagal menegakkan keadilan dan hanya menjalankan proses hukum secara formalitas.
Korban Kecewa: Pasal yang Dikenakan Tidak Adil
Maryama mengaku kecewa dengan keputusan penyidik yang hanya menjerat pelaku, Basri, dengan Pasal 352 KUHP tentang penganiayaan ringan (Tipiring), padahal dirinya mengalami luka serius akibat pemukulan dan tendangan.
“Saya bukan hanya dipukul, tapi juga ditendang di dada hingga nyeri dan masih sakit sampai sekarang. Dua gigi depan saya patah karena pukulan pelaku. Tapi anehnya, polisi hanya menjeratnya dengan pasal ringan. Karena itu saya memutuskan tidak menghadiri sidang,” ungkap Maryama dengan nada kecewa.
Selain dirinya, anak Maryama yang masih di bawah umur, Muhammad Madjid, juga menjadi korban kekerasan dalam insiden tersebut. Keduanya melapor ke Polsek Turikale, namun hingga kini penanganan kasus dinilai tidak mencerminkan keadilan.

Kasus Dilimpahkan ke Polres Maros, Tapi Tak Ada Perubahan
Keluarga korban, termasuk dua adik kandung Maryama yang merupakan anggota TNI AD, juga menyampaikan kekecewaan mendalam. Mereka berharap setelah kasus ini viral dan dilimpahkan ke Polres Maros, penanganan hukum akan lebih objektif dan profesional.
Namun kenyataannya, pasal yang dikenakan tetap sama, tidak ada peningkatan status hukum terhadap pelaku.
“Kami kecewa karena setelah kasus viral, kami berharap Polres Maros memperbaiki kesalahan Polsek Turikale. Tapi hasilnya sama saja. Tidak ada perubahan pasal, pelaku tetap dianggap melakukan penganiayaan ringan. Ini mencederai rasa keadilan kami,” ujar salah satu keluarga korban.
Maryama menegaskan, dirinya hanya ingin keadilan ditegakkan, bukan belas kasihan.
“Cukup saya dan anak saya yang merasakan ketidakadilan ini. Semoga orang lain tidak merasakan hal yang sama seperti yang kami alami,” ujarnya lirih.

Kronologi Kejadian
Peristiwa penganiayaan itu terjadi pada Selasa, 19 Agustus 2025, sekitar pukul 04.30 WITA di kawasan Pasar Subuh Tramo, Jalan Nasrun Amrullah, Kelurahan Pettuadae, Kecamatan Turikale, Kabupaten Maros.
Setelah kejadian, Maryama langsung melapor ke Polsek Turikale dan menjalani visum di RS Palaloi Maros, sebagai bukti medis atas luka yang dialaminya.
Namun, lebih dari dua bulan berlalu, pelaku belum ditahan dan masih bebas berkeliaran di sekitar Maros, menambah kekecewaan korban dan keluarganya.
LBH 212 Maros: Penerapan Pasal Keliru dan Merugikan Korban
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) 212 Maros yang mendampingi korban menilai, penerapan Pasal 352 KUHP oleh penyidik adalah keliru dan merugikan korban, karena tidak sesuai dengan fakta medis dan keterangan saksi-saksi.
“Luka fisik yang dialami korban menunjukkan adanya kekerasan berat, seharusnya dijerat dengan Pasal 351 KUHP tentang penganiayaan yang menimbulkan luka berat, atau bahkan Pasal 353 KUHP jika ditemukan unsur perencanaan,” tegas perwakilan LBH 212 Maros.
Menurut LBH 212 Maros, lemahnya penerapan hukum dalam kasus ini mencerminkan minimnya kepekaan aparat terhadap perlindungan perempuan dan anak.
Tuntutan: PPA Polres Maros Harus Turun Tangan
LBH 212 Maros mendesak agar Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polres Maros segera turun tangan dan mengambil alih pengawasan terhadap kasus ini.
Mereka menilai, pelibatan unit khusus sangat penting untuk menjamin proses hukum yang transparan, profesional, dan berpihak pada korban.
“Kasus ini bukan hanya soal luka fisik, tapi juga tentang rasa aman, martabat, dan perlindungan hukum bagi perempuan dan anak di bawah umur. Jika aparat tidak menegakkan keadilan di sini, maka pesan apa yang ingin disampaikan kepada masyarakat?” ujar LBH 212 Maros.
Sorotan Publik: Perlindungan Perempuan dan Anak di Maros Masih Lemah
Kasus Maryama kini menjadi simbol kekecewaan masyarakat terhadap lemahnya perlindungan hukum bagi perempuan dan anak di Kabupaten Maros.
Banyak pihak menilai, kasus serupa kerap terjadi namun sering berakhir tanpa keadilan yang memadai bagi korban.
“Sudah dua bulan lebih, pelaku masih bebas. Ini bukan hanya soal hukum, tapi soal keadilan bagi korban perempuan dan anak di bawah umur,” pungkas keluarga korban.
























